Mengenal Bentuk Formulasi Pestisida dan Pentingnya bagi Pengguna

Memahami berbagai bentuk formulasi pestisida merupakan hal yang sangat penting bagi para pengguna di lapangan. Pengetahuan ini berhubungan langsung dengan kompatibilitas atau kesesuaian antar formulasi ketika beberapa jenis pestisida dicampurkan dalam satu tangki aplikasi.

Ibarat memilih senjata di medan perang, setiap formulasi pestisida memiliki karakter dan keunggulan tersendiri yang perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan sasaran pengendalian. Misalnya, pestisida berbentuk SP (Soluble Powder) yang larut dalam air akan kurang optimal saat diaplikasikan pada musim kemarau, karena air cepat menguap sebelum bahan aktifnya terserap sempurna oleh tanaman atau sasaran hama.

Sebaliknya, formulasi EC (Emulsifiable Concentrate) yang mengandung bahan aktif hidrofobik dan terdispersi dalam air justru bekerja efektif setelah air pengemulsi menguap. Namun, dalam kondisi cuaca dingin, proses penguapan ini berjalan lebih lambat, sehingga efektivitas pestisida dapat berkurang.

Untuk memudahkan identifikasi, setiap bentuk formulasi pestisida ditandai dengan kode huruf kapital yang tercantum setelah angka pada label kemasan produk. Kode tersebut merupakan singkatan dari istilah berbahasa Inggris yang menunjukkan bentuk fisik atau karakter pestisida tersebut.
Berikut ini adalah beberapa jenis formulasi pestisida yang umum beredar dan digunakan di Indonesia

BENTUK FORMULASI PADAT / TEPUNG

1. Wettable Powder (WP)

Beberapa bahan aktif pestisida dapat menimbulkan efek fitotoksik atau racun bagi tanaman apabila langsung terserap ke jaringan. Untuk menghindari hal itu, dikembangkanlah bentuk wettable powder (WP) — tepung yang bisa dibasahi namun tidak larut air. Formulasi ini memungkinkan pestisida bekerja pada patogen tanpa meracuni tanaman.
Agar partikel tepung tetap melayang di dalam air dan tidak cepat mengendap, ditambahkan bahan dispersant serta agen suspensi. Semakin halus partikel tepungnya, semakin baik performanya di tangki semprot. Saat membuka kemasan WP perlu hati-hati, karena debu halusnya mudah beterbangan dan dapat terhirup.

2. Soluble Powder (SP)

SP berbentuk tepung kristal yang sepenuhnya larut air. Proses pencampurannya sederhana — cukup diaduk dengan air hingga larut sempurna. Formulasi ini biasanya mengandung bahan aktif berkonsentrasi tinggi, bersifat sistemik maupun kontak, dan bekerja sebagai racun lambung bagi hama.

3. Soluble Granule (SG)

SG merupakan bentuk butiran yang dapat larut air. Ini adalah versi penyempurnaan dari SP, karena bentuk granulnya mengurangi risiko terhirup oleh pengguna saat penanganan.

4. Dust (D) / Tepung Hembus

Formulasi Dust menyerupai bedak halus, berisi bahan aktif dan pembawa seperti talk, mineral profit, atau bentonit. Kandungan bahan aktifnya rendah (2–10%) dan digunakan dengan cara ditaburkan atau dihembuskan tanpa air. Umumnya dipakai untuk mengendalikan hama gudang, tikus, atau semut. Contoh: Sevin 5 D, Manzate D.

5. Granular (G)

Bentuk granular berupa butiran padat dengan ukuran bervariasi. Ada yang berlapis bahan aktif (coated) seperti pasir kuarsa yang diselimuti pestisida. Penggunaannya dilakukan dengan menabur di tanah. Bahan aktifnya akan larut perlahan (slow release), sehingga efeknya tahan lama. Kandungan aktifnya rendah (<10%) dan biasanya bersifat sistemik, cocok untuk mengendalikan ulat penggerek, pengisap daun, atau gulma. Contoh: Furadan 3G, Regent 0.3G, Goal 2G.

6. Water Dispersible Granule (WDG)

Formulasi ini berupa butiran yang, ketika dilarutkan dalam air, akan terdispersi menjadi partikel halus melayang — bukan larutan sejati. Disebut juga flowable kering. Keunggulannya adalah keamanan bagi pengguna karena tidak menghasilkan debu. Aplikasi dilakukan dengan penyemprotan atau pencampuran bersama pupuk. Contoh: Kocide 54 WDG, Ally 20 WDG.

7. Powder Concentrate (PC / P)

Berbentuk tepung yang digunakan dengan cara dicampur bahan lain, bukan untuk penyemprotan. Misalnya, sebagai bahan campuran umpan untuk hewan pengganggu. Contoh: racun babi hutan.

8. Ready Mix Bait (RMB)

RMB adalah umpan siap pakai berbentuk blok atau pelet. Kandungan bahan aktifnya sangat rendah (0,003–0,005%) dan dicampur dengan bahan makanan yang disukai hama sasaran. Digunakan terutama untuk pengendalian tikus sebagai rodentisida antikoagulan.

9. Seed Treatment (ST) / Seed Dressing (SD)

Formulasi berbentuk tepung untuk melapisi benih sebelum tanam, agar terlindung dari hama dan penyakit. Benih dibasahi terlebih dahulu, lalu dicampur pestisida hingga rata. Contoh: Marshal 25 ST, Saromyl.

 

BENTUK FORMULASI CAIR

1. Emulsifiable Concentrate (EC / E)

EC adalah emulsi antara bahan aktif bersifat minyak dengan air menggunakan emulsifier. Formulasi ini efektif menembus lapisan khitin pada kulit serangga, yang sulit ditembus air. Namun, cairan pembawanya berbahaya bagi mata dan mudah rusak jika suhu terlalu panas atau terlalu dingin.

2. Flowable Concentrate (F)

Formula F merupakan pengembangan dari WP untuk mengurangi risiko terhirup. Bentuknya cair pekat dan kental, mudah menyebar dalam air, serta aman digunakan karena tidak berdebu. Efikasinya sama dengan WP, namun konsentrasi bahan aktifnya lebih rendah. Aplikasi dilakukan dengan penyemprotan.

3. Water Soluble Concentrate (WSC)

Berbentuk cairan pekat yang mudah larut air. Disebut “konsentrat” karena kadar airnya rendah, sehingga membentuk fasa padat seperti lumpur kental. Setelah diencerkan, menghasilkan larutan sejati.

4. Aqueous Solution (AS)

Formulasi cair pekat yang bahan pelarutnya adalah air murni. Umumnya digunakan pada pestisida sistemik, terutama herbisida yang memerlukan penetrasi ke jaringan tanaman. Dilengkapi bahan penetrant atau surfactant untuk memperkuat daya serap, seperti pada herbisida Roundup.

5. Suspension Concentrate (SC)

SC menyerupai cairan putih pekat seperti cat. Ketika dicampur air, terbentuk suspensi partikel halus melayang. Aplikasi dilakukan dengan penyemprotan.

6. Capsulated Suspension (CS)

Formulasi ini terdiri dari mikrokapsul bahan aktif yang tersuspensi dalam air. Mikrokapsul tersebut melekat pada tubuh hama dan melepaskan racun secara bertahap, sehingga daya kerjanya lebih lama. Contoh: DEMAND 100 CS (lambda-sihalotrin).

7. Ultra Low Volume (ULV)

ULV adalah pestisida berbasis minyak yang digunakan dalam volume sangat kecil (1–5 liter per hektar). Cocok untuk lahan luas atau sulit dijangkau, seperti tanaman kapas atau semak tinggi. Aplikasi menggunakan mist blower, fogger, atau exhaust sprayer. Formulasi ini cepat menyebar dan sangat efektif melawan serangga yang aktif bergerak.

8. Emulsion in Water (EW)

EW mirip EC, tetapi sudah dicampur air dalam kemasan sehingga tampak seperti cairan putih susu. Formulanya lebih stabil pada suhu rendah, dan harus dikocok sebelum digunakan.

9. Oil Dispersion (OD)

OD adalah bentuk partikel tepung yang tersuspensi dalam minyak, bukan air. Jenis minyak yang digunakan bervariasi, mulai dari parafin hingga minyak nabati. Formulasi ini menjaga kestabilan bahan aktif yang sensitif terhadap air dan memberikan performa lebih baik dibanding WSC atau WDG. Contoh: Indosa 210 OD (indoksakarb).

Mengenal Bentuk Formulasi Pestisida dan Pentingnya bagi Pengguna

Memahami berbagai bentuk formulasi pestisida merupakan hal yang sangat penting bagi para pengguna di lapangan. Pengetahuan ini berhubungan langsung dengan kompatibilitas atau kesesuaian antar formulasi ketika beberapa jenis pestisida dicampurkan dalam satu tangki aplikasi.

Ibarat memilih senjata di medan perang, setiap formulasi pestisida memiliki karakter dan keunggulan tersendiri yang perlu disesuaikan dengan kondisi lingkungan dan sasaran pengendalian. Misalnya, pestisida berbentuk SP (Soluble Powder) yang larut dalam air akan kurang optimal saat diaplikasikan pada musim kemarau, karena air cepat menguap sebelum bahan aktifnya terserap sempurna oleh tanaman atau sasaran hama.

Sebaliknya, formulasi EC (Emulsifiable Concentrate) yang mengandung bahan aktif hidrofobik dan terdispersi dalam air justru bekerja efektif setelah air pengemulsi menguap. Namun, dalam kondisi cuaca dingin, proses penguapan ini berjalan lebih lambat, sehingga efektivitas pestisida dapat berkurang.

Untuk memudahkan identifikasi, setiap bentuk formulasi pestisida ditandai dengan kode huruf kapital yang tercantum setelah angka pada label kemasan produk. Kode tersebut merupakan singkatan dari istilah berbahasa Inggris yang menunjukkan bentuk fisik atau karakter pestisida tersebut.
Berikut ini adalah beberapa jenis formulasi pestisida yang umum beredar dan digunakan di Indonesia

BENTUK FORMULASI PADAT / TEPUNG
1. Wettable Powder (WP)

Beberapa bahan aktif pestisida dapat menimbulkan efek fitotoksik atau racun bagi tanaman apabila langsung terserap ke jaringan. Untuk menghindari hal itu, dikembangkanlah bentuk wettable powder (WP) — tepung yang bisa dibasahi namun tidak larut air. Formulasi ini memungkinkan pestisida bekerja pada patogen tanpa meracuni tanaman.
Agar partikel tepung tetap melayang di dalam air dan tidak cepat mengendap, ditambahkan bahan dispersant serta agen suspensi. Semakin halus partikel tepungnya, semakin baik performanya di tangki semprot. Saat membuka kemasan WP perlu hati-hati, karena debu halusnya mudah beterbangan dan dapat terhirup.

2. Soluble Powder (SP)

SP berbentuk tepung kristal yang sepenuhnya larut air. Proses pencampurannya sederhana — cukup diaduk dengan air hingga larut sempurna. Formulasi ini biasanya mengandung bahan aktif berkonsentrasi tinggi, bersifat sistemik maupun kontak, dan bekerja sebagai racun lambung bagi hama.

3. Soluble Granule (SG)

SG merupakan bentuk butiran yang dapat larut air. Ini adalah versi penyempurnaan dari SP, karena bentuk granulnya mengurangi risiko terhirup oleh pengguna saat penanganan.

4. Dust (D) / Tepung Hembus

Formulasi Dust menyerupai bedak halus, berisi bahan aktif dan pembawa seperti talk, mineral profit, atau bentonit. Kandungan bahan aktifnya rendah (2–10%) dan digunakan dengan cara ditaburkan atau dihembuskan tanpa air. Umumnya dipakai untuk mengendalikan hama gudang, tikus, atau semut. Contoh: Sevin 5 D, Manzate D.

5. Granular (G)

Bentuk granular berupa butiran padat dengan ukuran bervariasi. Ada yang berlapis bahan aktif (coated) seperti pasir kuarsa yang diselimuti pestisida. Penggunaannya dilakukan dengan menabur di tanah. Bahan aktifnya akan larut perlahan (slow release), sehingga efeknya tahan lama. Kandungan aktifnya rendah (<10%) dan biasanya bersifat sistemik, cocok untuk mengendalikan ulat penggerek, pengisap daun, atau gulma. Contoh: Furadan 3G, Regent 0.3G, Goal 2G.

6. Water Dispersible Granule (WDG)

Formulasi ini berupa butiran yang, ketika dilarutkan dalam air, akan terdispersi menjadi partikel halus melayang — bukan larutan sejati. Disebut juga flowable kering. Keunggulannya adalah keamanan bagi pengguna karena tidak menghasilkan debu. Aplikasi dilakukan dengan penyemprotan atau pencampuran bersama pupuk. Contoh: Kocide 54 WDG, Ally 20 WDG.

7. Powder Concentrate (PC / P)

Berbentuk tepung yang digunakan dengan cara dicampur bahan lain, bukan untuk penyemprotan. Misalnya, sebagai bahan campuran umpan untuk hewan pengganggu. Contoh: racun babi hutan.

8. Ready Mix Bait (RMB)

RMB adalah umpan siap pakai berbentuk blok atau pelet. Kandungan bahan aktifnya sangat rendah (0,003–0,005%) dan dicampur dengan bahan makanan yang disukai hama sasaran. Digunakan terutama untuk pengendalian tikus sebagai rodentisida antikoagulan.

9. Seed Treatment (ST) / Seed Dressing (SD)

Formulasi berbentuk tepung untuk melapisi benih sebelum tanam, agar terlindung dari hama dan penyakit. Benih dibasahi terlebih dahulu, lalu dicampur pestisida hingga rata. Contoh: Marshal 25 ST, Saromyl.

BENTUK FORMULASI CAIR
1. Emulsifiable Concentrate (EC / E)

EC adalah emulsi antara bahan aktif bersifat minyak dengan air menggunakan emulsifier. Formulasi ini efektif menembus lapisan khitin pada kulit serangga, yang sulit ditembus air. Namun, cairan pembawanya berbahaya bagi mata dan mudah rusak jika suhu terlalu panas atau terlalu dingin.

2. Flowable Concentrate (F)

Formula F merupakan pengembangan dari WP untuk mengurangi risiko terhirup. Bentuknya cair pekat dan kental, mudah menyebar dalam air, serta aman digunakan karena tidak berdebu. Efikasinya sama dengan WP, namun konsentrasi bahan aktifnya lebih rendah. Aplikasi dilakukan dengan penyemprotan.

3. Water Soluble Concentrate (WSC)

Berbentuk cairan pekat yang mudah larut air. Disebut “konsentrat” karena kadar airnya rendah, sehingga membentuk fasa padat seperti lumpur kental. Setelah diencerkan, menghasilkan larutan sejati.

4. Aqueous Solution (AS)

Formulasi cair pekat yang bahan pelarutnya adalah air murni. Umumnya digunakan pada pestisida sistemik, terutama herbisida yang memerlukan penetrasi ke jaringan tanaman. Dilengkapi bahan penetrant atau surfactant untuk memperkuat daya serap, seperti pada herbisida Roundup.

5. Suspension Concentrate (SC)

SC menyerupai cairan putih pekat seperti cat. Ketika dicampur air, terbentuk suspensi partikel halus melayang. Aplikasi dilakukan dengan penyemprotan.

6. Capsulated Suspension (CS)

Formulasi ini terdiri dari mikrokapsul bahan aktif yang tersuspensi dalam air. Mikrokapsul tersebut melekat pada tubuh hama dan melepaskan racun secara bertahap, sehingga daya kerjanya lebih lama. Contoh: DEMAND 100 CS (lambda-sihalotrin).

7. Ultra Low Volume (ULV)

ULV adalah pestisida berbasis minyak yang digunakan dalam volume sangat kecil (1–5 liter per hektar). Cocok untuk lahan luas atau sulit dijangkau, seperti tanaman kapas atau semak tinggi. Aplikasi menggunakan mist blower, fogger, atau exhaust sprayer. Formulasi ini cepat menyebar dan sangat efektif melawan serangga yang aktif bergerak.

8. Emulsion in Water (EW)

EW mirip EC, tetapi sudah dicampur air dalam kemasan sehingga tampak seperti cairan putih susu. Formulanya lebih stabil pada suhu rendah, dan harus dikocok sebelum digunakan.

9. Oil Dispersion (OD)

OD adalah bentuk partikel tepung yang tersuspensi dalam minyak, bukan air. Jenis minyak yang digunakan bervariasi, mulai dari parafin hingga minyak nabati. Formulasi ini menjaga kestabilan bahan aktif yang sensitif terhadap air dan memberikan performa lebih baik dibanding WSC atau WDG. Contoh: Indosa 210 OD (indoksakarb).